Hentikan Perampasan dan Monopoli atas Tanah
“Galang Persatuan Mendukung Perjuangan Kaum Tani Bulukumba Melawan PT. Lonsum Sebagai Perampas Tanah Rakyat. Pemuda Mahasiswa Berjuang Besama Rakyat”
Meskipun
dengan berbagai upaya atas ilusi dan tipu muslihatnya, Pemerintahan
Indonesia yang berada dibawah kuasa Susilo Bambang Yudhoyono saat ini,
tidak akan pernah mampu menyelesaikan penderitaan rakyat yang semakin
massif dirasakan. Pemerintah baru-baru ini telah berhasil menyulap
pidato HUT kemerdekaan RI Ke-68 yang seolah-olah adanya peningkatan dan
pertumbuhan ekonomi nasional, Toleransi, Kedaulatan dan NKRI. Tentu itu
adalah sebuah isapan jempolan belaka yang berbanding terbalik melihat
berbagai persoalan rakyat yang menjamur bak di musim penghujan. Melalui
berbagai forum atau momentum politik lainnya juga, SBY selalu senantiasa
dengan bangga menyampaikan bahwa setiap peningkatan tersebut adalah
keberhasilan dari pemerintahannya hingga periode kedua saat ini.
Kenyataannya,
Pemerintah justru tidak dapat mengingkari bahwa di Pedesaan kaum tani
semakin terjerat oleh bentuk-bentuk perampasan tanah oleh tuan tanah
besar dan borjuasi besar komprador bahkan melalui Negara sebagai tuan
tanah. Penghisapan terhadap kaum tani ditambah dengan adanya praktek
tengkulak, pengijon dan berbagai bentuk parasit baik kelompok ataupun
individu yang menjalankan sistem peribaan, membuat kehidupan kaum tani
berada di bawah kemiskinan dan kesengsaraan yang luar biasa. Sebagian
besar kaum tani yang ada di pedesaaan, hanya sedkit mempunyai tanah
dengan luas 0,25 Ha (Tani Miskin), sementara sebagian lain kaum tani
tidak mempunyai tanah atau kerap disebut sebagai buruh tani. [1]Dalam Konteks yang lain, seiring kian meluasnya investasi dan monopoli atas tanah, terutama untuk perkebunan dan pertambangan,
pemerintahan SBY terus menebar angin surga yakni membuka lapangan kerja
bagi rakyat, sebagai upaya untuk menekan angka pengangguran dan
kemiskinan. SBY menutupi bahwa kenyataan akibat monopoli tanah dalam
skala luas telah menyebabkan hilangnya topangan hidup kaum tani dan
telah melemparkan sebagian besar kaum tani menjadi buruh tani yang
terpaksa menjual tenaganya dengan harga yang sangat murah, kenyataan
tersebut sekaligus semakin menjauhkan rakyat dari kedaulatannya atas
tanah dan menghambat terbangunnya Industri nasional dengan jalan reforma
agraria sejati.
Sementara
itu sejarah perampasan tanah di Indonesia sudah lama terjadi sejak
bercongkolnya tuan tanah lokal dalam bentuk raja-raja lokal, sultan
(tipe tuan tanah ke-4, klasik)
untuk merampas tanah rakyat sebelum pra kolonial asing datang ke
Indonesia tahun 1500-1602 M. Kedatangan bangsa asing ke Indonesia baik
Portugis, Spayol dan khususnya Belanda pada awal abad 17 merupakan penjajah sekaligus Tuan tanah besar yang mengkonsolidasikan tuan tanah lokal sebagai sekutu untuk merampas tanah–tanah rakyat. [2]Tanah
rakyat pun dirampas oleh kolonial Belanda untuk kepentingan perkebunan,
pertambangan, pertanian yang menjadikan rakyat Indonesia sengsara dan
miskin. Kemerdekaan melalui revolusi borjuis 1945 yang baru kita rayakan pula, tentu bukan menjadi jaminan atas kehidupan rakyat Indonesia khususnya kaum tani. Sebab pada Perjanjian
KMB 1949 melahirkan sebuah penghianatan bagi perjuangan gigih rakyat
Indonesia mulai abad 17 sampai puncaknya abad 20. Perkebunan, pertanian
yang sudah dikuasai oleh rakyat kemudian harus diserahkan kembali kepada
Imperialis Belanda dan AS. Selain itu Indonesia harus membayar segala
kerugian perang kepada Belanda. Tanah rakyat pun kembali dikuasai oleh
Imperialisme. Puncaknya pada masa Rezim Boneka Militeristik Soeharto,
seluruh perjuangan kaum tani untuk menguasai dan mengelola tanah sebagai
topangan hidup sebagian besar rakyat Indonesia dirampas melalui
rekayasa politik Soeharto dan tuannya Imperialis AS. Nyaris seluruh kaum
tani diusir dari desa-desa untuk menyerahkan tanahnya kepada
perkebunan-perkebunan besar milik borjuasi besar komprador dan tuan
tanah besar. Hampir 32 tahun rakyat dibrendel dan dirampas hak-hak
demokratisnya khususnya atas penguasaan tanah oleh petani. Melalui
gerakan reformasi Mei 1998 sejenak memberikan sebuah pengharapan kran
kebebasan untuk kembali memperjuangkan hak demokratis rakyat di seluruh
aspek. Kaum tani kembali melakukan usaha-usaha perjuangan untuk merebut
kembali tanah rakyat sebagai sumber kehidupan kaum tani di sebagian
besar rakyat Indonesia. Namun ironi, dari pemilu ke pemilu yang menandai
pergantian rezim di Indonesia, tidak satu pun rezim yang berpihak pada
kaum tani dengan menyerahkan hak demokratis atas tanah kepada
petani. Puncaknya Rezim SBY tetap bersikukuh mempertahankan monopoli
tanah melalui perampasan tanah yang dilegitimasi dengan berbagai
regulasi yang melanggengkan kepentingan borjuasi besar komprador dan
tuan tanah besar di Indonesia (UU Pengadaan Tanah untuk kepentingan
Umum, MP3EI, KEK, dll).
Hal ini dapat kita lihat dari Persoalan yang dihadapi oleh Petani Bulukumba Sulawesi Selatan. 3000 Petani duduki perkebunan karet PT.Lonsum di desa Tamato, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Sekitar 3000 petani Bulukumba dari 10 desa yang tergabung dalam ranting Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) melakukan pendudukan di areal perkebunan Karet PT.Lonsum sejak 12 Agustus hingga saat ini.[3]Pendudukan lahan ini dilakukan sebagai bentuk perjuangan untuk mendapatkan kembali hak atas tanah mereka seluas 2500 hektar yang telah dirampas oleh PT.Lonsum sejak puluhan tahun yang lalu (Sejak Tahun 1968). [4]Sebelumnya, pada tanggal 12 Agustus, sekitar 1000 petani melakukan aksi di kantor bupati Bulukumba untuk menuntut penyelesaian konflik tersebut. Massa aksi melakukan pertemuan dengan kepala bidang Pertanahan dan Kesbang Pemda Bulukumba sebagai perwakilan Bupati Bulukumba. Dalam pertemuan tersebut, pimpinan aksi menyampaikan tuntutannya. Amiruddin sebagai salah satu pimpinan aksi menyampaikan bahwa "kami menuntut ada upaya penyelesaian konflik lahan dengan PT.Lonsum yang terus berlarut-larut. Kami menginginkan adanya mediasi yang dipimpin langsung oleh Gubernur Sulawesi Selatan dan dilakukan di lokasi konflik. Tuntutan tersebut ditanggapi oleh perwakilan Pemda Bulukumba yang disampaikan oleh Kepala Bidang Pertanahan. Pemda Bulukumba juga mengupayakan adanya penyelesaian konflik secepatnya. “Kami akan segera menyampaikan tuntutan petani kepada Gubernur Sulawesi Selatan agar segera ada proses mediasi”, tegasnya. Massa aksi meninggalkan kantor bupati Bulukumba saat sore hari. Mereka melanjutkan aksi dengan membangun 40 tenda di areal perkebunan karet. Aksi ini sebagai bentuk kekecewaan atas proses penyelesaian yang berlarut-larut dan tidak ada kepastian hingga saat ini. "Kami akan terus melakukan pendudukan di lahan ini sampai ada jaminan yang jelas dari Gubernur Sulsel untuk menyelesaikan kasus ini secepatnya. "Kami tidak akan melakukan tindakan yang merusak sepanjang upaya mediasi dan hak atas tanah petani yang telah dirampas dapat dikembalikan." pungkas Amiruddin sebagai salah satu pimpinan organisasi.
Sementara
itu Zulkarnain Yusuf, Direktur WALHI Sulawesi Selatan sebagai
organisasi yang mendukung perjuangan petani di Bulukumba menyampaikan
bahwa "Kasus ini telah berlangsung puluhan tahun. Petani telah
kehilangan tanahnya dan mengalami penderitaan yang panjang. Sudah
saatnya harus ada penyelesaian konflik yang tegas dan mengembalikan
tanah petani yang telah dirampas. Seluruh pihak diharapkan dapat
membantu perjuangan petani sebagai bentuk perlawanan terhadap segala
bentuk perampasan tanah rakyat di Sulawesi Selatan dan Indonesia pada
umumnya. Kita harus menggalang konsolidasi yang kuat untuk mendukung petani di Bulukumba." [5]
Hingga
saat ini, pendudukan di perkebunan berlangsung tertib dan kondusif.
Ribuan petani masih terus semangat dalam seluruh agenda perjuangan.
Puluhan aparat dari Kepolisian dan TNI juga tampak telah
disiapkan di lokasi untuk pengamanan. Menanggapi kondisi ini, Amiruddin
menegaskan bahwa "aksi tidak bertujuan untuk melakukan pengrusakan
ataupun tindakan anarkis. Kami hanya ingin menunjukkan keseriusan dalam
berjuang sehingga seluruh pihak yang berwenang tidak main-main dalam
persoalan ini dan segera menyelesaikan konflik. Kami sudah sangat lama
menderita. Kami adalah korban dan bukan pelaku kejahatan."Tuturnya. Adapun tuntutan dari Perjuangan Petani Bulukumba yang tergabung dalam AGRA Bulukumba adalah; [6]
1. Mendesak Gubernur Sulawesi Selatan dan Pemda Bulukumba untuk segera memediasi penyelesaian konflik antara petani dan PT.Lonsum.
2. Kami
menuntut kepada aparat keamanan baik Polisi ataupun TNI untuk tidak
melakukan tindakan represif dalam pengamanan yang dilakukan.
3. Menghimbau
seluruh pihak untuk Melawan segala bentuk perampasan dan monopoli atas
tanah serta mendukung perjuangan petani di Bulukumba.
Atas kenyataan dan orientasi perjuangan Petani Bulukumba, Front Mahasiswa Nasional (FMN) sebagai organisasi massa mahasiswa di Indonesia, menyatakantanpa ragu sedikitpun atasperjuangan landreform sejati, dan
akan terus berusaha sebagai pemersatu di kalangan pelajar, pemuda dan
mahasiswa khususnya untuk mendukung seluruh perjuangan kaum tani. Oleh
karena itu, melalui Pimpinan Pimpinan Pusat FMN Secara Tegas Mendukung
Perjuangan Kaum Tani Bulukumba untuk Memperjuangkan Tanah Rakyat yang
dirampas Oleh PT.Lonsum, dan Menyerukan pada FMN di cabang-cabang serta
ranting untuk melakukan Aksi Solidaritas sebagai wujud kongkrit atas
dukungan terhadap Petani Bulukumba.
Demikianlah
Pernyataan Sikap dari Front Mahasiswa Nasional (FMN) atas perjuangan
kaum tani Bulukumba. Sekali lagi, Hormat yang setingi-tinggi dan
sesalut-salutnya atas perjuangan Sokoguru Kami. Kaum Tani Indonesia, Sokoguru Pembebasan!
Jayalah Perjuangan Kaum Tani !
Jayalah Perjuangan Massa !
Penulis: Rachmad P Panjaitan (Staf PP Pendidikan dan Propoganda)
Pimpinan Pusat
Front Mahasiswa Nasional (FMN)
L. Muh. Hasan Harry Sandy Ame
Sekretaris Jenderal
[1]
Sumber; BKT (Bacaaan Kaum Tani) Edisi IX. BKT merupakan buletin resmi
AGRA Pusat yang dikeluarkan secara berskala yang isinya mencakup
berita-berita kaum tani di Indonesia yang meliputi berita AGRA di
wilayah-wilayah , persoalan kaum tani, perjuangan kaum tani
yang dilengkapi dengan beberapa analisis yang tujuannya meningkatkan
kesadaran anggota, massa kaum tani dan masyarakat Indonesia.
[2] Materi Pendidikan Anggota FMN. Masyarakat Indonesia Setengah Jajahan-Setengah Feodal. Pimpinan Pusat FMN, Jakarta
[3]http://verdhistoria.blogspot.com/2013/08/hentikan-monopoli-dan-perampasan-tanah.html?spref=fb, diunduh pada tanggal 18-08-2013, pukul 12.07 WIB
[4]http://www.metrotvnews.com/mobile-site/read/news/2013/03/28/142120/-Masyarakat-Internasional-Kecam-Perampasan-Tanah-di-Bulukumba. Diunduh Pada Tanggal 18-08-2013, Pukul 13.01 WIB
[5] Sumber: http://walhi-sulsel.blogspot.com/2013/08/3000-petani-duduki-perkebunan-karet.html,, diunduhpada tanggal 17-08-2013, Pukul 16.34 WIB
[6] Sumber: http://agrabulukumba.blogspot.com/, diunduh pada tanggal 17-08-2013, pukul 15.09 WIB